Kitakini.news – Mencuatnya kasus dugaan self plagiarisme yang menyerang Rektor Terpilih USU Muryanto Amin menjadi pertanyaan besar bagi kaum akademik. Namun begitu, kasus rektor USU terpilih yang diduga plagiat harus ditangani dengan mengedepankan pendekatan Due Process of Law atau proses yang berkeadilan karena akan banyak menimbulkan dampak.
Hal itu disampaikan Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Prof Dr Ningrum Natasya Sirait, Kamis (21/1/2021).
“Selain itu untuk menelusuri perkara ini harus memegang asas ‘audi alteram partem’. Yaitu semua pihak diberikan kesempatan yang sama dalam prosesnya untuk mengemukakan bukti dan argumentasi,” kata Prof Ningrum.
Dengan melihat seluruh fakta dan proses yang sedang terjadi di USU menurutnya esensi perkara yang terjadi ini pada dasarnya adalah berkaitan dengan etika akademik.
“Di mana hal perkara sejenis ini harus diperlakukan dengan pendekatan yang bersifat sangat hati hati. Karena dampak dari perkara tersebut bukan hanya bersifat hukuman tetapi adanya unsur sosial sanction yang mengikutinya,” ucapnya.
Menurutnya, sanksi juga bukan hanya berdampak pada Muryanto Amin tetapi juga berdampak lebih luas menyangkut USU. Untuk itu kata Ningrum, penting sekali adanya due process of law yang berkeadilan. Karena ini menyangkut mengenai putusan terhadap nasib seseorang dan termasuk institusinya.
“Esensi dari due process of law adalah setiap penegakan dan penerapan hukum harus sesuai dengan persyaratan konstitusional serta harus mentaati hukum. Oleh sebab itu, dalam due process of law tidak memperbolehkan adanya pelanggaran hanya dengan melihat suatu bagian hukum saja. Tetapi melihat prosesnya secara keseluruhan yang lengkap,” urainya.
Master of Legal Institution dari University of Wisconsin Amerika Serikat ini menambahkan penanganan perkara ini harus diselesaikan dengan prinsip memberikan kesempatan yang sama bagi para pihak yang berperkara.
“Upaya ini dilakukan untuk dapat didengar secara adil yang dikenal dengan azas Audi alteram partem. Tidak menggunakan cara cara yang represif atau abuse of power,” ucap Ningrum.
Tim Penelusuran Kasus Rektor USU Diduga Plagiat Harus Patuh Peraturan
Dalam permasalahan ini, Ningrum berharap agar pemeriksaan suatu proses hukum berpegang teguh. Selain itu, taat pada asas berkeadilan dan harus sesuai peraturan yang berlaku.
“Asas harus selalu dipegang teguh dan penegakan hukum tersebut dimana azas hukum diwujudkan dengan proses yang mengedepankan due the process of law. Berkeadilan, sehingga mampu melindungi hak asasi para pihak dan sekaligus mengawasi dari abuse of power atau kesewenang-wenangan,” terangnya.
Dengan begitu penanganan kasus tersebut mampu memberikan keputusan yang seadil adilnya dengan melihat kepentingan yang lebih besar lagi dan dalam hal ini adalah kepentingan universitas, akademik dan terutama dunia pendidikan. Sebab proses yang sesuai dengan peraturan yang berlaku adalah kata kunci dari penerapan due process of law dimaksud.
“Bahwa Rektor USU membentuk Tim Penelusuran Dugaan Plagiat Muryanto Amin boleh-boleh saja sepanjang tunduk pada peraturan yang berlaku dan wajib sesuai dengan aturan yang ada di Statuta USU,” ucapnya.
Tim Penelusuran beranggotakan Guru Besar tetap USU sesuai dengan isi ketentuan Pasal 39 ayat (1) dan (5) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Sumatera Utara. Karena sudah diatur, maka bukan hanya Rektor sebagai organ universitas tetapi bahkan seluruh pemangku kepentingan USU wajib tunduk pada PP tersebut.
“Saya berharap permasalahan ini secepatnya diselesaikan agar energi civitas akademika USU dapat digunakan untuk membangun USU lebih baik lagi. Berikan kesempatan kepada pihak Kemendikbud sesuai kewenangannya,” bebernya.
Kontributor : Amelia Murni