Asa Pedagang Risol: Menanti Kembalinya Gas Alam di Rumah
Kitakini.news -Syahni Hartati (53), terlihat sibuk mencampur adonan risol di rumahnya, kawasan Tanjung Gusta, Simpang Klambir Lima, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Baca Juga:
Sebagai seorang pedagang gorengan, perempuan yang akrab dengan sapaan Kak Tati ini, rutin mengolah sekitar 2 kilogram tepung untk menjadi adonan risol setiap harinya. Tepung dia olah menjadi 200 hingga 250 risol dengan isian kentang, ubi rambat, dan wortel.
Tak ada lapak jualan, janda anak 3 ini hanya membuat dan mendistribusikan gorengan seharga Rp 1.000 per satuan ke lima kedai di sekitar tempat tinggalnya.
"Kalau dihitung, sesudah dipotong modal, saya bisa dapat Rp 40.000 per hari dari menjual risol ini," ungkap dia.
Namun, di balik aktivitas sehari-harinya yang tampak lancar, Tati menyimpan asa besar. Perempuan berhijab ini menanti pemerintah memasyarakatkan lagi penggunaan gas alam. Khususnya bagi pelaku usaha kecil seperti dia.
Untuk diketahui, Tati bukanlah orang baru dalam menggunakan gas bumi. Bertahun-tahun, sebelumnya dia adalah pelanggan gas alam dari PT PGN Tbk (PGN) sebagai Subholding Gas Pertamina.
Kala itu, Tati bersama almarhum suami, serta ketiga anaknya tinggal di kawasan Perumnas Helvetia, Medan. Salah satu kecamatan yang telah dibangun jaringan gas (jargas) oleh PGN.
Pengalaman Tati, gas alam telah banyak membantu keluarganya berhemat. Gas alam yang mengalir melalui jargas, terbukti ekonomis, nyaman dan aman baginya.
"Orang tua saya yang pertama kali memasang aliran gas alam di rumah tersebut," ceritanya.
Namun, imbuhnya, orangtuanya pindah ke kawasan Tanjung Gusta ke rumah yang lebih besar pada awal tahun 2000. Dan rumah tersebut ditinggalkan.
"Saya pindah ke rumah itu sejak tahun 2003, langsung menggunakan gas alam dari PGN hingga tahun 2019," ucap perempuan berperawakan langsing ini.
Tati bercerita, menjadi pelanggan gas alamPGN sangat menolong dirinya saat harus banting stir dari ibu rumah tangga, menjadi pedagang risol. Kondisi ini harus dia jalani lantaran suami sakit sejak tahun 2017, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
"Kala itu, saya tidak pernah khawatir kehabisan gas. Terutama saat sedang sibuk-sibuknya di pagi hari," kenang Tati.
Keuntungan utama dari gas alam, menurut Tati, adalah kemudahan dan keandalannya. "Saya tidak perlu repot mengganti tabung gas. Sistemnya seperti aliran air PAM, jadi selalu tersedia kapan pun dibutuhkan," ungkapnya.
Biaya bulanan yang harus dikeluarkan Tati untuk mendapatkan gas alam dari PGN juga tergolong terjangkau. Berkisar antara Rp 45.000 hingga Rp 70.000. Jauh lebih hemat dibandingkan dengan biaya gas tabung yang dia gunakan kini.
Ya, sejak pindah ke Kawasan Tanjung Gusta tahun 2021, Tati harus kembali beralih menggunakan gas tabung. Ini terjadi lantaran belum ada jargas di kawasan tersebut.
Dengan gas tabung, setiap bulannya dia menghabiskan sekitar 5 tabung gas elpiji 3 kg. Gas elpiji 3 kg ini merupakan gas subsidi yang disalurkan Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading dari Pertamina untuk masyarakat miskin.
Tati bilang, gas elpiji 3 kg tersebut dia beli di kedai sekitar rumahnya dengan harga sekitar Rp 20.000 per tabung. Biaya ini, jelas Tati, selain lebih mahal. Penggunaan gas tabung juga lebih merepotkan karena sering kali habis di saat-saat tidak terduga. Apalagi dia hanya memiliki sebuah tabung gas elpiji.
"Kalau dulu pakai gas alam, saya tenang. Mau menggoreng risol di pagi hari, atau saat ada acara mendadak, tidak pernah khawatir kehabisan gas. Kini cukup khawatir," ucapnya.
Hanya satu hal yang menurut Tati agak merepotkan saat akan menggunakan jaringan gas bumi ini. Perbedaan spuyer antara gas alam dan gas tabung membuat Tati harus melakukan penyesuaian pada kompor yang dia gunakan.
Namun, kerepotan ini tak mematahkan mimpi Tati akan kehadiran kembali gas alam di rumahnya. Terutama untuk mengembangkan usaha gorengan untuk menghidupi keluarga.
"Saya berharap pemerintah bisa memasyarakatkan kembali penggunaan gas alam ini. Terutama untuk pedagang kecil seperti saya. Dengan begitu, semakin banyak masyarakat yang bisa merasakan manfaat penggunaan gas alam. Saya pun bisa memasak dengan nyaman, tanpa khawatir habis gas," harap Tati optimisme.
PGN Area Head Medan, Agus Muhammad Mirza memaparkan Kinerja PGN SOR I dalam Roadshow AJP 2024 di Medan, beberapa waktu lalu. (humas pgn)
Mother Station CNG, Kunci Buka Akses Gas Alam di Medan
Sebelumnya, PGN Area Head Medan, Agus Muhammad Mirza mengungkapkan sebagai bagian dari Holding Migas Pertamina, PGN berupaya memperluas jargas di Indonesia.
Pulau Sumatera, sambungnya, merupakan wilayah penjualan dan operasi Sales and Operation Region (SOR) I. Berdasarkan data, hingga Agustus 2024, ada 132.805 pelanggan PGN SOR I dengan total pemakaian 136.59 BBtud.
"Dari 132.805 pelanggan, sebanyak 131,615 merupakan pelanggan rumah tangga, dengan pemakaian 1,72 BBtud. Dari jumlah ini, sebanyak 12 persen merupakan pelanggan dari Medan dengan 18.958 pelanggan," ucap dia.
Hingga kini, ungkap Agus, PGN telah berhasil memasang jargas di beberapa kawasan Kota Medan. Namun memang, cakupan jargas masih terbatas. Jargas belum menjangkau semua kecamatan di Kota Medan.
Padahal, penyediaan jargas ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan warga pada elpiji bersubsidi dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi rumah tangga.
Agus bilang, tantangan yang harus dihadapi PGN dalam merealisasikan pembangunan jargas di Medan cukup besar. Antara lain, infrastruktur yang kompleks, kepadatan penduduk, dan koordinasi dengan pemerintah daerah menjadi beberapa faktor penghambat.
Selain itu, masih ada kendala terkait penyuluhan dan pemahaman masyarakat tentang manfaat penggunaan jaringan gas rumah tangga.
"Untuk itu, kami terus berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan melakukan sosialisasi ke masyarakat. Agar mereka paham betul manfaat dari jaringan gas ini, baik dari segi keamanan maupun ekonomi," tukasnya.
Karenanya, selain pembangunan jargas, Agus juga memaparkan rencana PGN untuk mengatasi hambatan penyaluran gas alam ke Kota Medan. Dalam memenuhi kebutuhan gas alam, akan dibangun Mother Station CNG (Compressed Natural Gas) Gagas. Rencana ini merupakan sinergi PGN Group, yaitu antara PGN SOR I dan PT Gagas Energi Indonesia.
Melalui Mother Station CNG, distribusi gas alam bisa dilakukan tanpa infrastruktur pipa langsung. "Proses penyediaan lahan di Medan rencana memanfaatkan lahan PGN di Stasiun Simpang Kantor. Mother Station ini ditargetkan beroperasi pada triwulan 1 tahun 2025," tandasnya.
Pembangunan Mother Station CNG, diharap bisa memenuhi mimpi Tati dan warga Medan lainnya akan gas alam yang ekonomis dan aman. Semoga melalui rencana PGN ini, cita-cita untuk memasyarakatkan penggunaan gas bumi di Medan dapat segera terwujud.
Pengembangan jargas rumah tangga di Medan, jelas Agus, menjadi bagian dari visi besar PGN. Terutama menuju penggunaan energi ramah lingkungan.
Gas bumi yang dialirkan melalui jaringan pipa ini, lebih rendah emisi dibandingkan elpiji maupun bahan bakar fosil lainnya. Sehingga sejalan dengan upaya global dalam mengurangi jejak karbon.
Apalagi, warga Medan masih terus menunggu gas alam di rumahnya. Dengan langkah-langkah strategis dari PGN, harapannya kehadiran gas rumah tangga yang terjangkau serta aman, menjadi nyata.