PT DKI Jakarta Batalkan Putusan Sela Hakim Agung Gazalba
Kitakini.news - Empat hari pasca putusan sela hakim Pengadilan Tipikor Medan atas nama Rudi Syahputra, terdakwa penerima suap dari para rekanan di Kabupaten Labuhanbatu, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta membatalkan putusan hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca Juga:
PT DKI Jakarta mengabulkan perlawanan atau verzet yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas putusan sela terhadap terdakwa hakim agung nonaktif Gazalba Saleh. Majelis hakim PT DKI Jakarta dalam putusan perkara Nomor 35/PID.SUS-TPK/2024/PT DKI, Senin (25/6/2024) membatalkan putusan bebas Gazalba Saleh yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024) lalu.
"Membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 43/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt Pst tanggal 27 Mei 2024 yang dimintakan banding perlawanan tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Subachran Hardi Mulyono dalam sidang di ruang utama PT DKI Jakarta, Senin (24/6/2024).
Perlawanan ini diajukan KPK lantaran majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi atau nota keberatan Gazalba Saleh atas surat dakwaan JPU pada KPK.
Sebaliknya majelis hakim tinggi menyatakan surat dakwaan jaksa KPK telah memenuhi syarat formil dan syarat materiil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 Ayat (2) huruf a dan huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Dengan demikian, Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Tipikor untuk melanjutkan pemeriksaan perkara yang menjerat hakim agung nonaktif tersebut.
"Surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama Gazalba Saleh," kata hakim.
Selain itu majelis hakim tinggi juga memerintahkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang mengadili perkara a quo untuk melanjutkan melanjutkan mengadili dan memutus perkara a quo.
Dalam perkara tersebut, jaksa KPK mendakwa Gazalba Saleh telah menerima gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp 62.898.859.745 miliar terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA).
Dalam eksepsi, majelis hakim Pengadilan Tipikor berpandangan, jaksa KPK tidak berwenang menuntut Hakim Agung dalam perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagaimana nota keberatan tim hukum Gazalba Saleh.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menyatakan pendapat dengan tim hukum Gazalba yang menilai bahwa jaksa KPK tidak menerima pelimpahan kewenangan dari Jaksa Agung RI untuk melakukan penuntutan terhadap Gazalba Saleh.
Rudi Syahputra
Sementara diberitakan empat hari sebelumnya, Kamis (20/6/2024) di Cakra II Pengadilan Tipikor Medan, majelis hakim diketuai As'ad Rahim Lubis menolak dalil eksepsi penasihat hukum (PH) Rudi Syahputra, terdakwa penerima suap sebesar Rp4,9 miliar dari para rekanan di Kabupaten Labuhanbatu.
Bahkan PH dari terdakwa dikenal sebagai orang kepercayaan sekaligus sepupu Bupati Labuhanbatu nonaktif Erik Adtrada (EAR, berkas terpisah) menyertakan dalil putusan pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat No: 43 / Pid.Sus.TPK / 2024 / PN.Jkt.Pst (atas nama terdakwa Gazalba Saleh).
Namun hakim ketua didampingi anggota majelis Sulhanuddin dan Ibnu putusan selanya, menyatakan, tidak sependapat dengan dalil eksepsi PH terdakwa Rudi Syahputra, juga anggota DPRD Labuhanbatu itu.
Sebab dalam Pasal 6 huruf e UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK RI sebagaimana telah diubah dengan UU No 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU tentang KPK menyebutkan, KPK bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
Terhadap kewenangan penuntutan tersebut pada Pasal 51 menyebutkan, penuntut umum pada KPK diangkat dan diberhentikan oleh KPK dan yang dimaksud dengan penuntut adalah JPU yang melaksanakan fungsi penuntutan tipikor.
"Sehingga bila merujuk pada pasal dalam UU dimaksud dihubungkan dengan kewenangan penuntutan dilakukan oleh jaksa, maka dimaksud jaksa adalah jaksa yang berasal dari Kejaksaan RI sebagai satu-satunya lembaga berwenang menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan pembentukan," urai As'ad Rahim Lubis.
Terkait dihapuskannya ketentuan mengenai pimpinan KPK sebagai penyidik dan penuntut umum yang sebelumnya termuat pada Pasal 21 ayat (4) UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK RI sebagai penyidik umum, sambungnya, tidak berarti secara kelembagaan atau institusi KPK bukan penyidik dan penuntut umum terjadi perkara tipikor karena sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka (3), angka (4) dan Pasal 6 huruf e UU No 19 Tahun 2019 tentang KPK menyatakan, 'KPK bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tipikor'.
Bahwa dari ketentuan tersebut di atas jelas menunjukkan bahwa KPK memiliki kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap perkara tipikor yang kemudian atas kewenangan tersebut didelegasikan kepada Direktur Penuntutan pada KPK.
"Kewenangan melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan terhadap tipikor, maka penuntut umum pada KPK dalam menjalankan fungsi prapenuntutan maupun penuntutan tidak membutuhkan dan tidak memerlukan adanya pelimpahan kewenangan penuntutan dari Jaksa Agung. Oleh karenanya dalil eksepsi terdakwa Rudi Syahputra ditolak," tegas As'ad Rahim Lubis.
Sebaliknya, majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan berpendapat bahwa surat dakwaan tim JPU pada KPK sudah cermat dan jelas baik secara formil maupun materiil. Untuk itu, dalil eksepsi PH terdakwa Rudi Syahputra haruslah ditolak. Persidangan pun dilanjutkan, Kamis depan (27/6/2024) untuk pemeriksaan pokok perkara.
Para Rekanan
Tim JPU pada KPK dalam dakwaan menguraikan kedua terdakwa patut diduga menerima hadiah dari para rekanan yang mengerjakan maupun akan mengerjakan sejumlah proyek di Pemkab Labuhanbatu diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu terdakwa mengetahui atau patut menduga bahwa hadiah uang tersebut diberikan karena EAR selaku Bupati Labuhanbatu.
Para rekanan dimaksud masing-masing terpidana Efendy Sahputra alias Asiong, Wakil Ketua DPRD Labuhanbatu Utara (Labura) Yusrial Suprianto Pasaribu, Fazarsyah Putra alias Abe, Wahyu Ramdhani Siregar merangkap pemborong, (berkas terpisah lebih dulu dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Medan).
Terdakwa EAR melalui orang kepercayaan juga sepupunya, Rudi Syahputra memploting para rekanan yang turut andil memperjuangkan EAR duduk sebagai bupati.
Sedangkan terdakwa Rudi Syahputra dibantu orang kepercayaannya, Agus Kaspohardi melakukan plotting para kontraktor yang akan mengerjakan proyek-proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu dengan dibantu oleh Hendra Effendi Hutajulu, selaku Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP).
Keempat rekanan yang mengerjakan proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu dikenakan kutipan -disebut dengan: 'uang kirahan'- sebesar 10 hingga 20 persen dari nilai pagu pekerjaan.