Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa Dikorupsi, Kerugian Negara 1,15 Triliun
Melansir berbagai sumber, Rabu (3/7/2024), Kejaksaan Agung (Kejagung) memang tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan, Sumatra Utara.
Baca Juga:
Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejagung pun telah menetapkan tujuh orang tersangka atas dugaan korupsi proyek pengadaan pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa.
Ketujuh tersangka itu, yakni berinisial FG diduga memiliki peranan mengkondisikan paket pekerjaan proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa periode 2017 hingga 2019 oleh Balai Teknik Perkeretaapian Medan senilai Rp1,3 triliun.
Kemudian NSS dan AGP selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) proyek tersebut dan mantan kepala Balai Teknik Perkeretaapian Medan.
Terakhir AAS dan HH selaku pejabat pembuat komitmen (PPK), RMY selaku Ketua Kelompok Kerja Pengadaan Kontruksi 2017, dan AG selaku Direktur PT DYG konsultan perencanaan dan konsultan supervisi pekerjaan.
"Berdasarkan laporan hasil audit kerugian negara yang dilakukan oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) pada 13 Mei 2024, total kerugian negara sejumlah sebesar Rp1.157.087.853.322," kata Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.
Kerugian negara itu berasal dari Rp7,9 triliun lebih yang merupakan kerugian negara dari hasil pekerjaan review design atau peninjauan disain pembangunan jalur kereta api.
Tepatnya, antara pembangunan jalur kereta api Sigli-Bireuen di Aceh, dan Kuta Blang-Lhokseumawe-Langsa-Besitang pada 2015 yang menghubungkan sejumlah daerah di Aceh ke Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.
Kemudian sebesar Rp1.118.586.583.905 kerugian negara untuk pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa.
"Selanjutnya tercatat Rp30.599.832.322 kerugian negara pekerjaan review design pembangunan jalur kereta api antara Besitang-Langsa," jelas Harli.
Aset yang telah disita oleh tim penyidik antara lain 36 bidang tanah dan bangunan milik tujuh tersangka di Aceh, Medan, Jakarta, dan Bogor dengan luas total 1,6 hektare.
"Aset itu akan digunakan kepentingan pembuktian hasil kejahatan dan pemulihan kerugian negara," pungkas Harli.*