Merasa Dikriminalisasi, Mantan Kadis BMBK Sumut Minta Perlindungan ke Jaksa Agung
Kitakini.news - Mantan Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Sumut Bambang Pardede meminta perlindungan hukum kepada Jaksa Agung. Alasan permintaan itu karena dirinya merasa dijadikan tersangka pada tindak pidana korupsi secara semena-mena oleh penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu).
Baca Juga:
Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukum dari Bambang Pardede, Raden Nuh kepada wartawan di Medan, Selasa (27/8/2024).
Dikatakannya, Permohonan perlindungan hukum kepada Jaksa Agung itu disampaikan oleh Raden Nuh, Jum'at (23/8/2024).
"Benar, pak Bambang Pardede mempertimbangkan situasi dan kondisinya, khususnya sikap penyidik yang tetap bersikeras tidak menghentikan penyidikan perkara padahal telah jelas tidak ada indikasi korupsi yang merugikan negara," cetus Raden.
"Terlebih lagi selaku pengguna anggaran beliau tidak terlibat dalam kegiatan tersebut. Perilaku penyidik seperti ini jelas tidak mencerminkan penegakan hukum," tuturnya.
Lebih lanjut Raden Nuh menjelaskan, Bambang Pardede ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Juli 2024. Bambang ditetapkan sebagai tersangka dalam korupsi proyek peningkatan jalan provinsi ruas Parsoburan batas Labuhan Batu di Kabupaten Toba Samosir Tahun Anggaran (TA) 2021.
Namun, pada penetapan tersangka dan langsung
ditahannya eks Kadis BMBK Sumut itu, kata Raden, tidak ada temuan kerugian
negara dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK No.
81/LHP/XVIII.MDN/12/2021 tanggal 28 Desember 2021 atas kepatuhan belanja barang
dan Jasa Serta Belanja Modal pada Pemerintah Sumatera Utara TA 2021.
Bahkan dalam kesimpulan Penanggung Jawab Pemeriksa Keuangan/Kepala BPK Sumut dalam LHP tersebut menegaskan pelaksanaan Belanja Barang dan Jasa Serta Belanja Modal Tahun 2021 telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Tidak ada temuan kerugian negara, tidak ada perbuatan melawan hukum. Kepala Dinas BMBK/Pengguna Anggaran, bahkan tidak ada keterlibatan Bapak Bambang Pardede dalam kegiatan tersebut, tiba-tiba ditetapkan sebagai tersangka. Tidak tahu aturan mana yang digunakan penyidik sebagai dasarnya," ujar Raden Nuh mengutip kesimpulan hasil pemeriksaan BPK atas Kepatuhan Belanja Barang dan Jasa serta Belanja Modal pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara Tahun Anggaran 2021.
Selain hal tersebut, ditambahkan Raden Nuh,
penyidik tidak pula dapat menunjukkan perbuatan melawan hukum sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan undang-undang yang telah
dilakukan kliennya yang dipergunakan penyidik dalam menetapkan tersangka.
Akan hal itu, Raden Nuh menyimpulkan bahwasanya telah terjadi kriminalisasi terhadap Bambang Pardede oleh oknum penyidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Tindakan kriminalisasi oleh Kejati Sumut makin terlihat dengan perintah penahanan terhadap Bambang Pardede sesaat setelah ditetapkan sebagai tersangka.
"Di satu sisi penyidik tidak mempunyai bukti permulaan yang cukup dalam menetapkan tersangka, akan tetapi klien kami langsung ditahan. Ini benar-benar tindakan semena-mena, penyalahgunaan wewenang oleh penyidik yang tidak sesuai dengan arahan dan instruksi Jaksa Agung agar penyidik kejaksaan dalam menjalankan wewenangnya harus selalu berdasarkan hukum, mengedepankan profesionalisme dan berintegritas. Oleh karenanya Pak Bambang selaku korban memohon perlindungan hukum kepada Bapak Jaksa Agung," bebernya.
Tidak hanya memohon perlindungan hukum kepasa Jaksa Agung. Kata Raden Nuh, advokat yang juga mantan Ketua Jaringan Advokat Publik yang gencar memerangi praktik suap dan korupsi di kalangan aparat penegak hukum tersebut, Bambang Pardede juga telah mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) untuk berkenan menelaah dan mengkaji perkaranya khususnya hasil pemeriksaan penyidikan yang patut diduga sarat dengan berbagai pelanggaran undang-undang.
"Kami penasihat hukum telah menyampaikan surat permohonan kepada Jampidsus untuk menelaah dan mengkaji perkara ini. Kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) juga telah disampaikan laporan pengaduan dugaan pelanggaran kode perilaku jaksa yang dilakukan oleh oknum-oknum penyidik Kejati Sumut," tuturnya.
Raden mengatakan, jika nantinya terbukti melakukan pelanggaran ketentuan Kode Perilaku Jaksa, oknum penyidik Kejati Sumut dapat dijatuhi sanksi hingga pemberhentian secara tidak hormat hormat dari Kejaksaan.
"Ini pelangaran serius yang sanksinya dapat berupa pemecatan," tandasnya. (**)