Pengamat Minta Oknum Polisi Peras WN Malaysia Rp.2,4 Milyar, Dipecat
Kitakini.news - Kasus memalukan yang dilakukan sejumlah oknum Polisi dalam kegatan Djakarta Warehouse Project (DPR) pada 13 hingga 15 Desember 2024, hingga saat ini masih terus menjadi sorotan, tidak hanya dari dalam negeri sendiri, tetapi media Malaysia terus mengikuti tahap-demi tahap perkembangan yang melibatkan wisatawan yang berasal dari negara mereka tersebut. Perkembangan kasus pemerasan yang dilakuan oleh oknum Kepolisian terhadap 45 orang wisatawan asal Malaysia yang berkunjung pada acara Djakarta Warehouse Project (DWP) di JIExpo, Kemayoran, yang diselenggarakan pada 13 hingga 15 Desember 2024 kemarin, masih terus menghiasai halaman-halaman Utama media mereka. Media Malaysia itu menyebut, total uang yang berhasil dikumpulkan oleh oknum-oknum Kepolisian tersebut, mencapai RM690,000, atau sekitar 2,4 Milyar Rupiah lebih
Baca Juga:
Perkembangan kasus pemerasan yang dilakuan oleh oknum Kepolisian terhadap 45 orang wisatawan asal Malaysia yang berkunjung pada acaraDWP yang diselenggarakan pada 13 hingga 15 Desember 2024 kemarin, masih terus menghiasai halaman-halaman Utama media mereka. Media Malaysia itu menyebut, total uang yang berhasil dikumpulkan oleh oknum-oknum Kepolisian tersebut, mencapai RM690,000, atau sekitar 2,4 Milyar Rupiah lebih
Sementara dari dalam negeri kasus ini juga menjadi perhatian khusus dan memperpanjang catatan buruk Polri pada tahun 2024 ini. Terhadap kasus ini, Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mendesak agar Polda Metro Jaya membentuk Majelis Kode Etik terkait kasus oknum polisi peras warga negara Malaysia di konser Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 kemarin.
Menurutnya, pembentukan Majelis Kode Etik harus dilakukan guna menumpas habis praktik pengutan liar untuk masa yang akan datang.
"Tindakan yang diduga memeras ini harus diganjar dengan hukuman tertinggi pemecatan," katanya kepada wartawan, Jumat (27/12/2024).
Sugeng membeberkan sejumlah alasan oknum polisi terlibat pemerasan tersebut perlu dihukum berat atas tindakan pemerasan telah mempermalukan Indonesia di dunia internasional.
Ketua IPW itu juga menyebutkan, tindakan memeras sepertinya menjadi satu pola umum atau pola kebiasaan yang mereka lakukan, padahal kasus memeras, meminta sesuatu dengan mengguakan kewenangannya, masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
"Jadi, pemecatan adalah satu hal yang harus dilakukan," katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto.
"Bila tidak dilakukan sanksi keras berupa PTDH (pemberhentian tidak dengan hormat), asumsi yang muncul adalah kepolisian melindungi personelnya yang melakukan pelanggaran pidana pungli dan pemerasan. Berarti ada apa?" kata Bambang.
Jika tidak dipecat, maka sanksi yang tidak memberikan efek jera berpotensi menurunkan semangat anggota kepolisian lain yang tetap konsisten menjaga etika, moral, dan disiplin.
Selain itu, pemerasan ini juga berpotensi mengurangi kepercayaan publik, baik domestik maupun internasional. Apalagi, DWP merupakan perhelatan electronic dance music (EDM) terbesar di Asia Tenggara dan korban mayoritas berasal dari Malaysia.
"Jangan sampai sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) malah mentoleransi perilaku tidak etis personel dengan memberi sanksi ringan atau sedang," ucap Bambang.
Teriakan kritik dari anggota legislatif, juga tidak sedikit yang muncul.
Kasus ini sangat terencana karena sudah disiapkan rekening bank untuk menampung uang hasil perasan dari warga negara asing. Modus yang digunakan oleh 18 oknum Polri dengan pangkat bintara hingga perwira menengah, bahkan ada seorang oknum pangkat perwira menengah berprestasi yang diduga ikut dalam tindakan kejahatan tersebut.
Menyikapi kasus tersebut, Divisi Propam Mabes Polri kemudian mengambil alih penangan dugaan pemerasakan terhadap 45 warga negara Malaysia itu, guna percepatan proses dan objektivitas saat pemeriksaan.
"Jadi kasus yang terjadi di Polsek maupun terjadi di Polres termasuk di Polda, semuanya kita ambil alih ditangani oleh Divpropam. Kenapa kita ambil alih ini, dalam rangka percepatan dan objektivitas dalam rangka pemeriksaan," kata Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim di Jakarta, Selasa (24/12/2024).
Kadivpropam memastikan kasus tersebut akan diusut hingga tuntas dan pekan depam diagendakan akan digelar sidang etik kepada 18 orang dari 34 oknum Polisi yang sudah diindikasikan kuat terlibat.
"Dan yang terakhir, kami sepakat di Divpropam akan menyidangkan kasus ini yang kita rencanakan minggu depan sudah dilaksanakan sidang kode etik yang akan kita laksanakan minggu depan," ungkapnya.
Karim juga meluruskan, bahwa berdasarkan pedataan dan pendalaman yang dilakukan selama seberapa hari, korban warga negara Malaysia dari penyelidikan dan identifikasi secara saintifik kami temukan sebanyak 45 orang.