Kejati Sumut Hentikan Perkara Curi Sawit Melalui Keadilan Restoratif
Kitakini.news
- Setelah sebelumnya dilakukan ekspose, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali
menghentikan penuntutan 2 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif. Ekspose
perkara disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil
Zumhana didampingi Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, Koordinator
pada JAM Pidum dan pejabat lainnya, Selasa (13/6/2023) dari ruang Vicon Lantai
2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.
Baca Juga:
Kajati Sumut Idianto didampingi Wakajati Sumut Joko
Purwanto, Aspidum Luhur Istighfar, Kabag TU, Koordinator, dan para Kasi
menyampaikan ekspose perkara secara daring.
Kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Padang Lawas Teuku
Herizal, Kajari Deliserdang Dr. Jabal Nur, Kasi Pidum Deliserdang Bondan
Subrata, dan JPU dari perkara yang diekspose.
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan
menyampaikan bahwa sampai Selasa (13/6/2023) Kejati Sumut sudah menghentikan 34
perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.
Kali ini, lanjut Yos ada 2 perkara yang diajukan untuk
dihentikan penuntutannya dengan Restorative Justice (RJ), yaitu dari Kejari
Padang Lawas dengan tersangka Anwar Saddat Hasibuan, Suleman Hasibuan, Haris
Efendy Daulay dan Lempang Hasibuan melanggar Pasal 63 ayat (1) Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, sebagaimana telah diubah
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2022 tentang Perubahan
Kedua Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan.
“Dengan sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan
terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat jalan dan dengan sengaja
menghancurkan, membikin tak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk lalu
lintas umum”. Kemudian, Pasal 192 ayat (1) KUHPidana “dengan sengaja
menghancurkan, membikin tak dapat dipakai atau merusak bangunan untuk lalu
lintas umum, atau merintangi jalan umum darat atau air, atau menggagalkan usaha
untuk pengamanan bangunan atau jalan itu," sebutnya.
"Para tersangka ini melakukan pemalangan jalan karena
emosi sesaat yang mengakibatkan korban Muhayat Rangkuti mengalami kerugian
terlambatnya atau terhalanganya pengangkatan tandan buah segar (TBS) kelapa
sawit milik korban," kata Yos.
Sementara perkara kedua berasal dari Kejari Deli Serdang
dengan tersangka Daud Pandiangan Alias Riki melanggar Pasal 363 ayat (1) ke-4
KUHPidana “pencurian yang dilakukan 2 (dua) orang atau lebih” dan Pasal 107
Huruf d UU No.39 Tahun 2014 tentang Perkebunan Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPidana “yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta
melakukan perbuatan memanen/memungut hasil perkebunan secara tidak sah”.
Lebih lanjut Yos menyampaikan bahwa dua perkara ini
disetujui JAM Pidum untuk dihentikan penuntutannya dengan pendekatan keadilan
restoratif dan berpedoman pada peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, yaitu
tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, jumlah kerugian akibat
pencurian yang dilakukan tersangka di bawah dua setengah juta rupiah, ancaman
hukuman di bawah 5 tahun penjara, adanya perdamaian antara tersangka dengan
korban, dan direspons positif oleh keluarga.
“Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka
dan korban ada kesepakatan berdamai dan tersangka menyesali perbuatannya serta
berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Proses pelaksanaan perdamaian
disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi
masing-masing Kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya,”
katanya.
Dilakukannya penghentian penuntutan dengan pendekatan
keadilan restoratif ini, lanjut Yos telah membuka ruang yang sah menurut hukum
bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna
dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.
"Dengan adanya perdamaian ini, antara tersangka dan
korban tidak ada lagi sekat yang menyisakan rasa dendam," pungkasnya.
Kontributor: Abimanyu