Beras Mahal, Dedi Iskandar Batubara Sebut ‘Kambing Hitam’ Bernama Elnino
Kitakini.news -Anggota DPD RI, Dedi Iskandar Batubara menyoroti soal alasan penyebab kenaikan harga beras di Indonesia akibat bencana Elnino. Sebab menurutnya, jika perubahan iklim adalah pemicunya, maka harusnya pemerintah menyiapkan kebijakan yang berkelanjutan, mengingat kondisi ini sudah terjadi sejak tahun lalu.
Baca Juga:
Menurut
Dedi, belum ada kabar yang menggembirakan dari kebijakan pemerintah, khususnya
di Kementerian terkait, bagaimana menangani masalah kebutuhan beras dengan
harga yang mendapat jaminan dari negara. Sebab masalah ini justru membuat
seakan bahan pokok pangan sebagian besar masyarakat Indonesia, dibiarkan begitu
saja mengikuti mekanisme pasar.
"Saya
sudah pernah sampaikan, bahwa faktor perubahan iklim itu kan seperti sebuah
keniscayaan. Sebab isu pemanasan global itu memang sudah terjadi, seiring
kerusakan lingkungan di dunia. Dan Elnino ini satu diantaranya, namun bukan
berarti selalu menajdi kambing hitam di setiap ada kenaikan harga beras. Itu
kan alasan klasik karena tidak ada langkah yang lain," kata Dedi Iskandar
Batubara kepada wartawan, Jumat (23/2/2024).
Beberapa
catatan yang menurut Dedi perlu menjadi perhatian masyarakat adalah, seperti
kenaikan harga terjadi pada beras jenis premium, yang produksinya lokal atau
dalam negeri. Sementara di sisi lain, ada langkah impor beras, dimana Perum
Bulog menjadi sektor terdepan sebagai pemasok, dan menjamin harga barang dari
luar negeri itu lebih murah karena dijamin pemerintah.
"Dari
informasi itu, justru kita melihat bahwa pemerintah memilih mengelola beras
yang diproduksi oleh negara luar dengan jaminan harga, daripada menjamin
kehidupan petani sendiri. Misalnya, menjamin ketersediaan pupuk subsidi,
menjamin harga gabah tidak anjlok, dan membangun sarana pengairan yang cukup
dan berkelanjutan, hingga mempertegas aturan tentang areal pertanian agar tidak
ada konversi lahan," sebut Dedi Iskandar Batubara yang juga Ketua Panitia
Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI.
Pun
begitu, Dedi tidak menampik bahwa impor beras merupakan langkah baik dalam hal
menjamin ketersediaan bahan pokok pangan bagi masyarakat. Sehingga ada jaminan
pasokan, khususnya menjelang hari besar keagamaan. Seperti Natal dan Tahun Baru
sebelumnya, dan mendekati momentum Puasa Ramadhan serta Hari Raya Idul Fitri
pada Maret-April mendatang. Termasuk dengan membagikan bantuan beras kepada
masyarakat kurang mampu.
"Saya
belum melihat rencana yang komprehensif, selain untuk menjamin harga gabah agar
tidak anjlok dan merugikan petani pada masa panen raya. Sebab jika masalah
pupuk, bibit, konversi lahan hingga irigasi tidak tuntas, tentu ancaman
perubahan iklim akan terus muncul, terutama saat harga beli di masyarakat
kembali tinggi dengan berbagai sebab, khususnya Elnino," kata Ketua PW
Al-Washliyah Sumut ini.
Ia
pun berharap pemerintahan di periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo sampai
Oktober 2024 mendatang, meninggalkan catatan yang baik di bidang ketahanan
pangan. Sehingga upaya tersebut nantinya, bisa dilanjutkan oleh rezim
berikutnya dan mengurangi ketergantungan terhadap impor beras.
"Jika
membangun infrastruktur seperti jalan tol bisa dilakukan. Harusnya untuk
membangun dan memperkuat ketahanan pangan, itu tidak sulit. Karena saya yakin,
investasi terhadap sektor pertanian ini akan jauh lebih penting untuk mencapai
Indonesia Emas 2045 seperti yang digaungkan sela ini," kata Dedi Iskandar
Batubara.
Pertanyaan
sederhana menurut Dedi, jika badai Elnino mempengaruhi produksi tanaman pangan
di dunia, kenapa negara lain justru bisa mengekspor beras ke Indonesia, yang
notabene adalah negara agraria?. "Kuncinya adalah mengembalikan Indonesia
ke khithtah-nya, sebagai lumbung pangan dunia, dan menjamin kesejahteraan hidup
petani,"pungkasnya.