Menag: Skema Murur Saat Mabit Telah Dikaji Dengan Pertimbangkan Hukum Fiqih dan Keamanan
Kitakini.news -Menteri Agama Republik Indonesia (Menag-RI), Yaqut Cholil Qoumas menegaskan penerapan skema Murur saat Mabit (Menginap) di Muzdalifah oleh Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH), telah dikaji dengan mempertimbangkan aspek hukum Fiqih dan keamanan jemaah.
Baca Juga:
Untuk diketahui, Mabit di Muzdalifah dengan cara Murur adalah Mabit yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani Wukuf di Arafah.
Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina.
"Sudah ada beberapa pilihan skema Murur. Karena memang kita tidak hanya boleh bicara sekadar bagaimana Murur itu bisa dilaksanakan dengan mudah. Di situ, ada hukum Fiqih yang saya kira juga perlu didiskusikan," jelas Yaqut seperti dilansir dari laman resmi Kemenag.go.id, Senin (10/6/2024).
"Tadi teman-teman sudah
berdiskusi dengan Mustasyar Diny, tim para ulama, yang memberikan justifikasi secara
hukum dan kesimpulannya diperbolehkan," imbuhnya.
Menurut Yaqut, sejalan dengan itu, PPIH
tengah mengatur skema Murur yang paling memungkinkan. Sejumlah teknis
pergerakan jemaah dikaji dan diperhitungkan.
"Insya Allah segera
difinalisasi skemanya, termasuk mempertimbangkan animo yang besar sekali dari
jemaah haji untuk mengikuti murur ini. Mudah-mudahan hari ini bisa kita
rumuskan yang terbaik buat jemaah dan memastikan bahwa murur itu bisa berjalan
dengan lancar," bebernya.
Skema murur menjadi ijtihad dan
ikhtiar bersama dalam menjaga keselamatan jiwa jemaah haji Indonesia di tengah
keterbatasan area di Muzdalifah, area yang diperuntukkan bagi jemaah haji
Indonesia seluas 82.350m2.
Pada Tahun 2023, area ini ditempati
sekitar 183.000 jemaah haji Indonesia yang terbagi dalam 61 maktab. Sementara
ada sekitar 27.000 jemaah haji Indonesia (9 maktab) yang menempati area Mina
Jadid. Sehingga, setiap jemaah saat itu hanya mendapatkan ruang atau tempat
(space) sekitar 0,45m2 di Muzdalifah.
Sementara di 2024, Mina Jadid tidak
lagi ditempati jemaah haji Indonesia. Sehingga, 213.320 jemaah dan 2.747
petugas haji akan menempati seluruh area Muzdalifah.
Padahal, tahun ini juga ada
pembangunan toilet yang mengambil tempat (space) di Muzdalifah seluas 20.000
m2. Sehingga, ruang yang tersedia untuk setiap jemaah jika semuanya ditempatkan
di Muzdalifah, 82.350 m2 - 20.000 m2 = 62.350 m2/213.320 = 0,29m2. Tempat atau
space di Muzdalifah menjadi semakin sempit dan ini berpotensi sangat padat luar
biasa yang jika dibiarkan akan dapat membahayakan jemaah.
Skema murur diprioritaskan bagi
jemaah yang mengalami risiko tinggi (risti) secara medis, lanjut usia (lansia),
disabilitas, berkursi roda, serta para pendamping jemaah (risti, lansia,
disabilitas, dan berkursi roda).
Direktur Bina Haji Arsad Hidayat
menambahkan, pihaknya telah mendiskusikan masalah murur dengan pihak-pihak di
Arab Saudi, baik Masyariq, Naqabah, maupun Kementerian Haji dan Umrah. Di
Indonesia, hal ini juga tekah didiskusikan dengan sejumlah ormas, baik NU, Muhammadiyah,
Persis, Al Wasliyah, dan lainnya.
"Kami juga mendiskusikan hal
ini dengan Mustasar Diny yang terdiri dari para ulama. Mereka juga mendukung
terkait rencana skema murur yang dijalankan pemerintah. Waktu pelaksanaan murur
mulai pukul 19.00 dan diharapkan selesai 22.00," sebut Arsad.
"Ini bertolak dari pemikiran bahwa menjaga
keselamatan jiwa itu menjadi hal yang sangat penting dan tidak bisa
ditawar-tawar lagi," tandasnya. (**)