BPOM Sita Obat Bahan Alam Ilegal di Kabupaten Kampar
Kitakini.news - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI), Taruna Ikrar menyidak rumah tempat pembuatan produk obat berbahan alam ilegal tidak berizin, di Desa Rimbopanjang, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar, Riau, Selasa (8/10/2024).
Baca Juga:
Menurut Taruna pelaku sangaja memproduksi obat-obat tersebut di sebuah rumah kontrakan, agar tidak dicurigai. "Dalam sebulan pelaku bisa menjual 4.800 botol," ujar Taruna, Jumat (18/20/2024).
Keuntungan hasil penjualan obat obatan ilegal ini diperkirakan mencapai miliaran rupiah. Produk yang berhasil disita petugas yakni jamu dwipa cap tawon klanceng pegal linu dan pegal linu asam urat cap jago joyokusumo.
Petugas telah menetapkan tersangka berinisial RS (31 tahun) yang saat ini belum ditemukan. Tersangka diketahui tidak berada di lokasi dilakukannya penindakan karena tengah mendistribusi produk Tawon Klanceng di luar kota.
Berdasarkan hasil pemeriksaan beberapa saksi, diperoleh informasi bahwa tersangka telah melakukan produksi selama 9 bulan dengan kapasitas produksi 2.400—4.800 botol per bulan. Dari hasil pemeriksaan diketahui nilai keekonomian hasil produksi yang telah dilakukan mencapai Rp2,4 Miliar.
Menanggapi temuan yang berisiko membahayakan kesehatan masyarakat ini, Kepala BPOM tegaskan akan menegakkan hukum dan sanksi bagi pelaku usaha atau siapapun yang terlibat atau telah sengaja melakukan pelanggaran ini.
"Obat ilegal dan mengandung BKO ini sangat berbahaya bagi kesehatan. Deksametason, parasetamol, dan piroksikam ini jika tidak dikonsumsi secara tepat berisiko menimbulkan efek samping berupa gangguan pertumbuhan, osteoporosis, gangguan hormon, hepatitis, hingga gagal ginjal dan kerusakan hati," katanya lagi.
Di lokasi rumah tempat pembuatan jamu ilegal ini, petugas menemukan barang bukti berupa produk Tanpa Izin Edar (TIE), bahan baku pembuatan jamu, alat produksi, botol kemasan, label, kardus dan barang bukti lain yang berhubungan dengan produksi obat bahan alam TIE
Hasil operasi penindakan ini masih dilakukan investigasi dan penyidikan lebih lanjut. Pelaku pelanggaran dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 12 tahun atau denda paling banyak Rp5 miliar sesuai Pasal 435 Jo. Pasal 138 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.