Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan, KKP Didesak Buat Skema Perubahan Paradigma Kelautan
Kitakini.news – Komisi IV Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) mendorong Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) agar membuat skema perubahan paradigma kelautan guna
peningkatakan kesejahteraan nelayan.
Baca Juga:
Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR-RI Dedi Mulyadi, kesejahteraan nelayan itu terutama terkait tempat tinggal yang bersih dan layak huni serta kampung laut.
Sebab, lanjut Dedi, sejauh ini sanitasi lingkungan kampung laut bagi nelayan buruk dan belum tersedianya kredit perumahan murah bagi para nelayan.
“Diseluruh area nelayan kita, sanitasi lingkungannya buruk, rumah-rumahnya tanpa toilet, ada satu rumah diungsi oleh enam keluarga, di tambah lagi juga kepemilikan tanahnya juga tidak ada. Sehingga ketika terjadi pembangunan bisnis tambak udang, bisnis bandeng, kemudian merusak ekosistem pantai, apa yang terjadi setelah mereka bisnisnya ditinggalkan? abrasi terjadi, apa yang hilang? Kampung-kampung nelayan tenggelam,” beber Dedi di Jakarta seperti dilansir dari laman resmi dpr.go.id, Rabu (18/1/2023).
Dedi menilai, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) lebih banyak berfokus pada wilayah daratan, sedangkan kemampuan KKP sangat terbatas pada aspek-aspek penanganan bencana di daerah pantai.
“Saya katakan tidak ada salahnya KKP itu membentuk satu Dirjen yang khusus menangani infrastruktur. Agar infrastruktur laut kita terbenahi dengan baik. Agar kita kunjungan ke mana-mana tidak itu-itu juga usulannya, pengerukan, abrasi pantai seperti itu saja tidak pernah berakhir. Nah ini harus segera ditangani,” tandasnya.
Dedi juga menjelaskan, saat ini daya jelajah para nelayan juga semakin terbatas seiring dengan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Nelayan tidak bisa lagi menjangkau ikan-ikan besar di tengah laut, jangkauannya hanya di pinggir-pinggir karena kemampuan operasionalnya dan kapalnya terbatas.
Sehingga, lanjutnya, dalam jangka panjang, kalau pemerintah tidak melakukan perubahan dalam manajemen penanganan kelautan, maka suatu saat nanti yang menangkap ikan di Indonesia hanya orang-orang kaya.
“Hanya orang-orang punya modal atau bisa jadi suatu saat nanti yang berbisnis ikan di Indonesia, yang melakukan penangkapan dan pengolahan adalah semuanya kapal-kapal asing. Itu akan terjadi karena apa? karena bagi mereka tidak ada perubahan nasib yang dimiliki,” tegasnya.
Untuk itu, sambung Dedi, KKP perlu membuat skema yang mulai mengarah pada perubahan paradigma kelautan. Harus mengarah pada sebuah rencana besar yang mengubah nasib para nelayan di Indonesia dengan berbagai skema dan kebijakan yang lebih memadai.
“Jadi angka Rp6 triliun (anggaran KKP di tahun 2023) bagi saya nggak ada arti dibanding luasnya kelautan kita. Ditambah lagi juga program kita misalnya tidak mendasar, makin tidak terlindungi nelayan kita. Nelayan kita tidak terlindungi di rumahnya karena rumahnya sudah rata-rata tidak layak huni,” bebernya.
Disisi lain, masih kata Dedi, di daerah daratan dan industri banyak dijumpai perumahan layak huni dengan harga murah bahkan tanpa DP (down payment/uang muka) yang berbanding terbalik dengan nasib para nelayan yang bahkan tidak dijumpai kredit rumah para nelayan.
Sehingga dirinya berharap, KKP mulai mengarahkan agar nasib nelayan di Indonesia mulai berubah. Hal itu dengan cara memiliki area kampung yang bersih, rumah yang memadai, perahu atau kapal yang daya jelajahnya tinggi, serta kemampuan keuangan mereka untuk bisa berlayar dengan baik dengan biaya yang cukup.
“Itu saja pesan dari saya. Sehingga, di laut kita jaya harus tetap berjaya selamanya. Karena kalau kita tidak mengubah paradigma berpikir tentang kelautan, maka makin lama kita akan makin miskin di negeri kita sendiri,” pungkasnya.
Redaksi