Sengketa Kewenangan Penyidikan dan Penyelesaiannya Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara
Kitakini.news -Indonesia merupakan negara hukum (Rechtstaat) yang memiliki sebuah konsep untuk membangun kesadaran terhadap hukum demi tercapainya kehidupan yang menjunjung tinggi keadilan, ketertiban serta menjadi bangsa dan negara yang teratur.
Baca Juga:
Dalam suatu negara hukum terdapat 4 unsur yakni, Perlindungan Hak Asasi Manusia, Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak, Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan dan Peradilan administrasi dalam perselisihan.
Secara khusus tentang pembagian kekuasaan, pada dasarnya selain untuk menjamin hak juga bertujuan untuk mencegah terjadinya tumpang tindih kewenangan. Atau yang lebih buruk, terjadinya praktik Abuse of Power sebab terjadinya 'monopoli' kewenangan kepada satu kembaga negara.
Isu
ini mencuat setelah adanya kesan telah terjadinya sengketa kewenangan diantara
lembaga negara yang memiliki kewenangan penyidikan yakni Kepolisian dan
Kejaksaan pada suatu proses hukum.
Pada
dasarnya lembaga negara yang memiliki fungsi sebagai lembaga penyidik adalah
Kepolisian. Akan tetapi, dalam beberapa tindak pidana khusus seperti tindak
pidana pemberantasan korupsi, kejaksaan juga memiliki fungsi sebagai penyidik
juga sekaligus penuntut.
Keadaan
ini bila tidak diperbaiki melalui peninjauan terhadap berbagai regulasi yang
memberikan atribusi kewenangan penyidikan kepada lembaga kejaksaan yakni
Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Kejaksaan dan
Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dikhawatirkan akan menggerus
konsep Indonesia sebagai negara hukum.
Sebab
salah satu unsurnya adalah adanya pemisahan dan pembagian kekuasaan lembaga
negara sebagai implementasi dari konsep Check
and Balances.
Tentang Hukum
Administrasi Negara
Hukum
Administrasi Negara atau yang disebut juga sebagai Hukum Tata Pemerintahan
adalah cabang ilmu hukum publik yang mempelajari tindakan dalam menyelenggarakan
sebuah negara.
Menurut
E Utrecht, Hukum Administrasi Negara atau Hukum Pemerintahan adalah hukum yang
menguji hubungan hukum istimewa yang bila diadakan akan memungkinkan para
pejabat administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus.
Berdasarkan
defenisi tersebut, dapat diketahui bahwa Hukum Administrasi adalah hukum
pemerintahan yang mengatur tentang tata laksana dalam pengambilan keputusan dan
atau tindakan oleh badan dan/atau pejabat pemerintah.
Keputusan
Administrasi Negara adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan
dan/atau pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Tindakan
Administrasi Pemerintahan adalah perbuatan pejabat pemerintahan atau
penyelenggaran negara lainnya untuk melakukan dan/atau tidak melakukan perbuatan
konkret dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.
Untuk
dapat mengeluarkan suatu keputusan administrasi negara dan atau tindakan maka
suatu badan pemerintah/pejabat pemerintahan haruslah memiliki suatu wewenang. Untuk
dapat bertindak melakukan perbuatan konkret suatu badan dan/atau pejabat
pemerintahan harus memiliki kewenangan.
Kewenangan
Penyidikan
Salah
satu urusan pemerintahan adalah melakukan penyelenggaraan dan penegakan hukum,
khususnya di bidang Hukum Pidana. Hukum Pidana terbagi menjadi 2 bagian, yaitu Hukum
Pidana Materil dan Hukum Pidana Formil.
Hukum
Pidana Materil adalah hukum yang mengatur sanksi atau hukuman yang dapat
diberikan jika seseorang melanggar suatu peraturan.
Hukum
Pidana Formil adalah sebuah pedoman bagi penegak hukum untuk melaksanakan
kewajiban dalam menyidik, menuntut, menjatuhkan dan melaksanakan pidana.
Penyidikan
adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur
dalam Undang-Undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti
itu membuat titik terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Tindak Pidana itu sendiri terdiri dari Tindak Pidana Umum dan Tindak
Pidana Khusus.
Tindak Pidana Umum jelas penyidiknya adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Sementara Tindak Pidana Khusus penyidiknya bukan hanya Polri tetapi juga Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Penyidikan bukan hanya menjadi kewenangan Kepolisian, tetapi juga penyidik Pegawai Negeri Sipil yaitu pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (misalnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Ketenagakerjaan yang berwenang menangani terjadinya kejahatan/tindak pidana di bidang Ketenagakerjaan, penyidik Pegawai Negeri Sipil di bidang Kehutanan yang berwenang menangani terjadinya kejahatan/tindak pidana di bidang kehutanan).
Termasuk kejaksaan dan KPK yang diberikan juga kewenangan untuk melakukan penyidikan di bidang pemberantasan tindak pidana korupsi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia.
Atribusi
kewenangan melakukan penyidikan tidak hanya diberikan oleh Undang-Undang pada
satu badan dan/atau pejabat pemerintahan saja tetapi juga pada beberapa badan
dan/atau pejabat.
Sengketa
Kewenangan Penyidikan
Fakta
yuridis adanya atribusi kewenangan penyidikan suatu tindak pidana kepada
beberapa badan dan/atau pejabat pemerintahan berdasarkan undang-undang
mengakibatkan terjadinya sengketa kewenangan. Hal itu terjadi dalam penanganan
tindak pidana khusus.
Sengketa
Kewenangan adalah klaim penggunaan wewenang yang dilakukan oleh 2 orang pejabat
pemerintahan atau lebih yang disebabkan oleh tumpang tindih atau tidak jelasnya
pejabat pemerintahan yang berwenang menangani suatu urusan pemerintahan. Sengketa
kewenangan tidak hanya terjadi antara satu lembaga lain dengan lembaga lainnya,
tetapi juga dapat terjadi dalam suatu lingkungan lembaga.
Mengapa
sengketa kewenangan terjadi?, karena adanya 2 otoritas. Ibarat Matahari kembar
yang memiliki kewenangan serupa dan undang-undang tidak mengaturnya dengan
jelas terkait lembaga mana yang berwenang dalam menyidik suatu peristiwa pidana
khususnya dalam tindak pidana khusus.
Misalnya
dalam penanganan kasus tindak pidana korupsi, oleh karena ada 3 lembaga negara
yang berwenang menyidik kasus korupsi. Maka sengketa kewenangan antar lembaga
penegak hukum kerap terjadi misalnya antara Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Dalam
kasus tindak pidana Lingkungan Hidup, juga bisa terjadi sengketa kewenangan antara
Kepolisian dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kehutanan. Sebab keduanya
memiliki kewenangan dalam melakukan penyidikan.
Dalam
kasus Illegal Fishing juga terjadi sengketa kewenangan antara Kepolisian dengan
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Perikanan dan Kelautan karena keduanya adalah
otoritas yang berwenang melakukan penyidikan.
Dampak
buruk terjadinya suatu sengketa kewenangan adalah terjadinya ketidakpastian
hukum, penyalahgunaan wewenang, tidak adanya akuntabilitas dan transparansi
kinerja dan buruknya pelayanan di sektor penegakan hukum.
Pada
dasarnya setiap pelaksanaan wewenang harus didasarkan kepada asas legalitas,
asas perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia dan Asas Umum Pemerintahan Yang
Baik (AUPB) yang meliputi asas kepastian hukum, asas kemanfaatan, asas
ketidakberpihakan, asas kecermatan, asas tidak menyalahgunakan kewenangan, asas
keterbukaan, asas kepentingan umum dan pelayanan yang baik.
Penyelesaian
Sengketa Kewenangan Penyidikan
Pejabat
pemerintahan memiliki hak untuk menggunakan kewenangan dalam mengambil
keputusan dan atau tindakan yang diantaranya adalah menyelesaikan sengketa
kewenangan di lingkungan atau wilayah kewenangannya.
Badan
dan atau pejabat pemerintahan yang memiliki kewenangan untuk melakukan
penyidikan mencegah terjadinya sengketa kewenangan dalam penggunaan kewenangan
penyidikannya.
Terdapat
3 jalur penyelesaian apabila terjadi suatu sengketa kewenangan yaitu pertama
kordinasi antar atasan pejabat pemerintahan, kordinasi bertujuan untuk
menghasilkan kesepakatan antara badan dan/atau pejabat pemerintah yang
bersengketa secara kewenangan sepanjang kesepakatan tersebut tidak merugikan
keuangan negara, aset negara dan atau lingkungan hidup.
Apabila
kordinasi antar atasan tidak menemukan kesepakatan penyelesaian sengketa
kewenangan di lingkungan pemerintah termasuk di bidang penegakan hukum pada
tingkat terakhir diputuskan oleh Presiden.
Kedua,
penyelesaian sengketa kewenangan antar lembaga negara misalnya Kepolisian
Republik Indonesia dan Kejaksaan diselesaikan melalui jalur peradilan yakni
Mahkamah Konstitusi.
Ketiga,
apabila sengketa kewenangan menimbulkan kerugian keuangan negara, aset negara
dan atau lingkungan hidup, sengketa diselesaikan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Kesimpulan
Berdasarkan
penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa Sengketa kewenangan dalam penanganan
tindak pidana khusus terjadi dikarenakan adanya atribusi kewenangan penyidikan
kepada beberapa instansi oleh peraturan perundang-undangan.
Kedua,
sengketa kewenangan penyidikan berdampak tidak baik dalam sistem penegakan
hukum karena menimbulkan terjadinya ketidakpastian hukum, penyalahgunaan
wewenang, tidak adanya akuntabilitas dan transparansi kinerja dan buruknya
pelayanan di sektor penegakan hukum.
Ketiga,
penyelesaian sengketa kewenangan penyidikan dapat diselesaikan melalui
kordinasi antar atasan badan dan/atau pejabat pemerintah dan apabila tidak
berhasil dapat diputuskan oleh Presiden, melalui Mahkamah Konstitusi atau
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (**)
Penulis:
DR.
Surya Perdana Ginting, M.Hum
Dosen Fakultas Hukum,
Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara