Pinjaman Online vs Kelompok Ekonomi Menengah
Kitakini.news -Pinjaman online ("pinjol") merupakan layanan finansial berbasis teknologi yang memungkinkan individu untuk mendapatkan akses dana dengan cepat melalui platform digital. Dengan proses yang lebih sederhana dibandingkan bank konvensional, pinjol menjadi alternatif yang menarik bagi masyarakat yang membutuhkan pinjaman jangka pendek.
Baca Juga:
Fenomena ini semakin marak seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi finansial (fintech), yang menawarkan kemudahan dan kecepatan dalam memperoleh dana tanpa perlu tatap muka atau persyaratan yang terlalu rumit. Pinjol dapat diakses melalui aplikasi atau situs web, dan biasanya memberikan kemudahan bagi pengguna untuk meminjam uang dalam jumlah kecil dengan tenor singkat.
Namun,
meskipun layanan ini tampak menguntungkan, risiko seperti bunga yang tinggi dan
ancaman pinjaman macet tetap mengintai, terutama jika digunakan secara
berlebihan. Bagi masyarakat kelas menengah, pinjaman online memiliki daya tarik
tersendiri karena kemudahan aksesnya yang dapat digunakan untuk berbagai
keperluan, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga modal usaha.
Kelompok
ini, meskipun memiliki pendapatan stabil, sering kali mengalami kesulitan dalam
mendapatkan pinjaman dari lembaga keuangan tradisional karena persyaratan yang
lebih ketat. Pinjol, dengan proses yang cepat dan tanpa jaminan, menjadi solusi
instan untuk mengatasi kebutuhan finansial mendadak.
Namun,
keterlibatan kelas menengah dalam pinjol juga menimbulkan kekhawatiran,
terutama terkait risiko bunga yang tinggi dan kurangnya edukasi finansial. Jika
tidak dikelola dengan bijak, pinjaman online dapat membuat mereka terjebak
dalam utang yang semakin menumpuk, sehingga memperburuk kondisi keuangan
mereka.
Karakteristik
Masyarakat Kaum Menengah sebagai Target Pinjol Penggunaan pinjol begitu marak
bagi kalangan masyarakat Indonesia terutama dari masyarakat kelas menengah.
Pengguna pinjaman online di Indonesia mayoritas berasal dari kelas menengah,
yang dimana data ini diambil dari Mandiri Institute pada Juni 2024.
Penggunaan
pinjol yang begitu marak bagi kalangan menengah ini dikarenakan kemudahan dalam
mengakses layanan pinjaman online dibandingkan pinjaman dari bank konvensional.
Pinjaman online terkesan lebih mudah karena dapat dilakukan dari rumah dan
syarat pinjaman yang lebih mudah untuk diurus oleh peminjam.
Masyarakat
kelas menengah cenderung menjadi target bagi pinjaman online dikarenakan gaya
hidupnya yang konsumtif. Kebutuhan hidup konsumtif mulai dari membeli pakaian,
tiket konser, travelling, dan lain-lain. Gaya hidup yang tidak sesuai dengan
keperluan ini menjadi faktor utama masyarakat menengah menggunakan pinjaman
online dan berpikir akan dapat membayarnya tanpa memikirkan resiko yang akan
diterimanya jika tidak dapat melunasinya. Gaya hidup konsumtif ini mendorong
masyarakat menengah menggunakan pinjaman online dikarenakan pemberian pinjaman
sangat mudah dan cepat.
Dampak
Pinjaman Online bagi Kaum Menengah Pinjaman online saat ini menjadi salah satu
solusi keuangan yang digunakan oleh banyak masyarakat di Indonesia, salah
satunya masyarakat kelas menengah. Dimana tidak dapat dipungkiri bahwa pinjaman
online ini memberikan banyak kemudahan bagi pengguna jasa nya.
Dampak
positif dari maraknya pinjaman online di Indonesia adalah jumlah konsumsi
masyarakat yang semangkin meningkat pada sektor ekonomi Indonesia, hal ini
terjadi karena penduduk kelas menengah memiliki gaya hidup yang cenderung
konsumtif.
Pinjaman
online juga menjadi solusi bagi penduduk kelas menengah untuk menjadi modal
ketika memulai bisnis atau usaha, dimana pada umumnya, permasalahan utama
ketika ingin memulai bisnis terletak pada modal usaha, namun dengan mudahnya
akses dan fleksibilitas pinjaman online saat ini, tentu memudahkan bagi calon
pengusaha untuk membuka bisnis atau UMKM. Namun yang perlu diketahui, dilansir
dari data Badan Pusat Statistika Indonesia, bahwa pada 5 tahun terakhir terjadi
penurunan drastis jumlah penduduk kelas menengah, dimana pada tahun 2019
terdapat 21,45 persen warga yang termasuk kedalam kelas menengah sedangkan pada
tahun 2024, jumlah kelas menengah menurun menjadi 17,44 persen.
Ada
banyak faktor yang menjadi alasan mengapa hal ini bisa terjadi, salah satunya
adalah maraknya pengguna pinjaman online yang berasal dari penduduk kelas
menengah. Pinjaman online selain memberikan dampak positif, namun juga
memunculkan dampak negatif, tidak hanya bagi penggunanya namun juga bagi
negara.
Maraknya
pinjaman online dapat meningkatkan jumlah penduduk kelas menengah yang terjerat
utang dan mengakibatkan kurangnya daya beli yang memunculkan kemiskinan
struktural. Pinjaman online juga berdampak buruk bagi negara jika tidak diawasi
dan tidak dilakukan transparan, dimana hal ini dapat meningkatkan resiko kredit
macet dan berdampak buruk pada stabilitas sistem keuangan negara. Dampak
negatif dari pinjaman online ini tentu akan memperburuk stabilitas ekonomi dan
juga kesejahteraan sosial negara.
Pinjaman
online sendiri telah diatur regulasinya dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
(POJK) No. 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi: Ini adalah peraturan utama yang mengatur operasional
penyedia layanan pinjaman online atau fintech peer-to-peer (P2P) lending. POJK
ini mencakup ketentuan mengenai perizinan, tata kelola, transparansi,
perlindungan konsumen, batasan bunga, dan sanksi bagi penyedia layanan.
Kesimpulan
Pinjaman online (pinjol) telah menjadi solusi finansial yang sangat populer di
kalangan masyarakat kelas menengah Indonesia karena kemudahan akses dan proses
yang lebih cepat dibandingkan lembaga keuangan tradisional.
Meskipun
pinjol menawarkan manfaat, seperti memfasilitasi konsumsi dan memberi modal
bagi usaha kecil, penggunaan yang tidak bijaksana membawa risiko signifikan.
Bunga tinggi dan kurangnya edukasi finansial sering kali menyebabkan pengguna,
terutama dari kalangan menengah yang konsumtif, terjebak dalam utang yang terus
menumpuk.
Fenomena ini bahkan berkontribusi pada penurunan populasi kelas menengah dan berpotensi melemahkan daya beli mereka, memperburuk ketimpangan ekonomi. Meskipun Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengatur pinjaman online melalui POJK No. 77/POJK.01/2016, tantangan seperti kredit macet dan dampak pada stabilitas ekonomi nasional masih menjadi isu yang memerlukan perhatian lebih serius, terutama dalam konteks perlindungan konsumen dan pengawasan ketat terhadap praktik pinjol yang tidak bertanggung jawab. (**)
Penulis:
Mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Tarisha Desyandra, Simon Harris, Ajwa Ananda Kacaribu