Jutaan Suara Rakyat Terbuang Sia-Sia, Rudi Alfahri Dorong MK Batalkan PT
Kitakini.news -Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara (DPRD Sumut) Rudi Alfahri Rangkuti terus mendorong segera dibatalkannya Ambang Batas Parlemen (Parliamentary Threshold, PT) sebesar empat persen suara sah nasional.
Baca Juga:
Menurutnya, jika disetujui, jutaan suara yang memiilih wakil mereka di parlemen yang kalah bersaing, tidak terbuang sia-sia.
"Komunikasi dengan partai yang suaranya tak terkonversi menjadi kursi di DPR akan terjalin intensif, begitu juga saluran aspirasi akan disahuti, sehingga mendorong iklim demokrasi jadi lebih sehat," ujar Rudi kepada Wartawan melalui sambungan telepon seluler dari Medan, Kamis (16/1/2025).
Hal ini disampaikan Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini, merespon Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra, yang mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) berpeluang membatalkan PT atau Ambang Batas Parlemen sebesar empat persen suara sah nasional.
Hal ini ditegaskannya setelah MK menghapus ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden atau presidential threshold yang diputuskan dalam sidang perkara No 62/PUU-XXII/2024 yang digelar di Ruang Sidang MK, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Berdasarkan catatan, terdapat sekitar 17 juta suara dari 10 partai yang gagal ke Senayan telah terbuang sebagai dampak dari penerapan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4 persen pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Jumlah ini jauh lebih besar dibanding Pileg tahun 2019 yang tercatat 13 juta suara sah.
Menyikapi hal itu, Rudi Alfahri mendukung segera dibatalkannya PT yang selama ini terus mengganjal para pemilih suara sah yang telah memilih wakil-wakil mereka di parlemen.
Rudi menyebutkan, terdapat sejumlah politisi di Sumut dan Aceh, yang gagal ke DPR RI, karena suara mereka tak memenuhi ambang batas, atau telah dilampaui partai-partai lain yang lebih dulu meraih suara cukup besar.
"Itu ada ibu Illiza Sa'aduddin Djamal, calon legislatif (Caleg) DPR RI dari Aceh, dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), almarhum Kodrat Shah dari Hanura, dan lain-lain," ujarnya.
Disebutkannya, PT ini jadi penyebab utama suara masyarakat jadi terbuang sia-sia, komuniikasi mandeg, dan aspirasi tak jelas disalurkan ke mana.
"Kita berharap jika PT dibatalkan, iklim demokrasi semakin cerah, sehat dan berkualitas dengan tampilnya wakil rakyat pilihan mereka, yang tidak lagi harus mengacu pada PT," imbuhnya.
Selain itu, partai-partai politik akan semakin bersaing dalam demokrasi Indonesia yang lebih sehat.
"Intinya, suara masyarakat tidak lagi terbuang, mereka tetap punya wakil, meski perolehan suaranya jauh lebih unggul dibanding partai lain," tutur Rudi.
Rudi juga berharap pembatalan PT nantinya disertai dengan regulasi yang mengatur secara cermat jumlah suara sesuai jumlah anggota DPR RI, kemudian fraksi - fraksi tempat wakil rakyat itu bernaung jika perolehan suara rendah.
"Tidak seperti saat diberlakukannya PT, mekanisme penghitungan suara terkesan tidak jelas, sehingga menimbulkan dugaan tidak sehat," pungkasnya. (**)