Dokter Tirta Ungkap Realita Kelam di Balik Tragedi Bunuh Diri Aulia Risma Lestari
Dugaan ini semakin diperkuat dengan ditemukannya buku harian Aulia yang berisi keluh kesah terhadap seniornya dan tekanan yang ia rasakan selama menjalani pendidikan spesialis.
Baca Juga:
Dalam catatan tersebut, Aulia berkali-kali menuliskan kata "sakit", menunjukkan beban fisik dan mental yang ia alami.
Hal ini sejalan dengan pandangan dokter Tirta yang juga mengungkapkan kesulitan yang dihadapi para dokter.
Dalam sebuah podcast bersama Feni Rose, dokter Tirta menyatakan bahwa profesi dokter, terutama jika tidak menjadi spesialis, bisa sangat menyengsarakan.
Bahkan, jika sudah menjadi spesialis, tantangan untuk mencapai kesejahteraan masih tetap besar, terutama jika tidak bekerja di "lahan basah".
Dokter Tirta menjelaskan bahwa proses pendidikan dokter seperti maraton, membutuhkan waktu yang sangat lama.
Setelah lulus sebagai dokter umum, mereka harus menjalani internship dengan gaji pas-pasan, kemudian berjuang lima tahun lagi untuk menjadi spesialis. Bahkan setelah menjadi spesialis, tantangan masih ada, terutama terkait penempatan kerja.
"Lahan basah" yang dimaksud oleh dokter Tirta adalah daerah penempatan kerja yang dekat dengan keluarga atau berada di rumah sakit di Pulau Jawa.
Sebaliknya, penempatan di daerah terpencil, atau disebut "daerah tiga", dianggap sangat stresful dan jauh dari keluarga.
Selain itu, dokter yang menjadi staf pengajar menghadapi tantangan tambahan, termasuk keharusan mengikuti seminar yang sering kali mahal.
Dengan gaji yang pas-pasan, mereka harus menabung untuk melanjutkan spesialisasi, membeli rumah, dan mengikuti seminar setiap lima tahun untuk memperpanjang lisensi.
Kisah tragis Aulia Risma Lestari dan pengakuan dokter Tirta ini menjadi cerminan dari tekanan yang dihadapi oleh para tenaga medis di Indonesia.
Kesulitan dan beban mental yang mereka alami patut menjadi perhatian, terutama dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan dukungan bagi para dokter di tengah tugas mulia yang mereka emban.*