Mengenal Tiga Pesanggrahan Soekarno di Sumut yang Kini Jadi Objek Wisata Sejarah
Meski Medan sebagai ibukota Sumut kerap menjadi tujuan utamanya, tiga kota lain yaitu Parapat, Berastagi, dan Kotanopan juga memiliki hubungan erat dengan sejarah perjuangan sang proklamator.
Baca Juga:
Ketiga kota ini menjadi tempat berdirinya rumah-rumah bersejarah yang dikenal sebagai Pesanggrahan Soekarno, yang kini telah menjadi objek wisata sejarah.
Berikut 3 Pesanggrahan Soekarno di Sumut, seperti yang dilansir dari berbagai sumber, Jumat (16/8/2024):
1. Pesanggrahan Kotanopan
Pesanggrahan Kotanopan merupakan salah satu tempat yang menjadi saksi sejarah perjalanan Soekarno.
Pesanggrahan ini terletak di Kabupaten Mandailing Natal, sekitar 498 km dari Medan. Di tempat ini, Soekarno menginap di kamar nomor satu saat melakukan perjalanan dari Padang menuju Parapat pada 16 Juni 1948.
Rumah bergaya kolonial yang dibangun Belanda pada tahun 1930 ini juga menjadi lokasi rapat akbar yang diadakan Soekarno untuk menyatukan semangat rakyat Sumatera dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Menariknya, pesanggrahan ini memiliki terowongan sepanjang 7 km yang dibangun Belanda sebagai jalur pelarian.
2. Pesanggrahan Berastagi
Berastagi, kota di dataran tinggi Karo, menjadi tempat pengasingan Soekarno, Sutan Syahrir, dan Agus Salim pada 22 Desember 1948.
Pesanggrahan ini awalnya dibangun pada tahun 1719 dan dulunya merupakan rumah seorang perwira militer Belanda. Rumah berukuran 10x20 meter ini dikelilingi halaman seluas dua hektare dan masih mempertahankan ciri khas bangunan Belanda.
Meski telah direnovasi pada 1957, perabotan dan kamar tidur yang digunakan Soekarno tetap dipertahankan. Di halaman rumah ini, terdapat monumen replika Soekarno sedang duduk bersila yang menambah daya tarik tempat ini sebagai objek wisata sejarah.
3. Pesanggrahan Parapat
Pesanggrahan Parapat yang terletak di Kabupaten Simalungun ini juga merupakan rumah pengasingan Soekarno.
Setelah menjalani pengasingan di Berastagi, Soekarno, Sutan Syahrir, dan Agus Salim dipindahkan ke Parapat dan diasingkan selama kurang lebih dua bulan.
Rumah bergaya Eropa yang dibangun pada tahun 1820 ini berdiri di atas lahan seluas dua hektare, menghadap langsung ke Danau Toba, sehingga memberikan pemandangan yang sejuk dan indah.
Seluruh bagian rumah dan perabotnya masih asli, mulai dari lukisan, kursi, tempat tidur, hingga koleksi buku yang pernah digunakan oleh Soekarno.
Lokasinya yang strategis juga menjadikannya salah satu objek wisata yang dilewati oleh kapal wisata di Danau Toba, serupa dengan objek wisata Batu Gantung.
Medan sebagai ibukota Sumut memang sering menjadi tujuan utama kunjungan Soekarno, seperti saat membuka PON ke-III atau meresmikan Universitas Sumatera Utara.
Namun, rekam jejak perjuangannya di Sumut juga terekam di pesanggrahan-pesanggrahan di Kotanopan, Berastagi, dan Parapat. Ketiga rumah bersejarah ini kini telah menjadi destinasi wisata yang tidak boleh dilewatkan, membawa pesan Soekarno yang selalu mengingatkan kita untuk "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah."*